ASEAN dan IMF: Bekerja Bersama untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif

26 Februari, 2018

1. Pendahuluan
Selamat pagi—Good morning!
Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Presiden Joko Widodo, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardoyo, dan Ibu Menteri Sri Mulyani Indrawati atas sambutan yang hangat dan keramahtamahannya.
Terima kasih, tidak hanya kepada Bank Indonesia atas upayanya untuk turut menyelenggarakan konferensi kita ini, namun kepada Anda semua atas kesediannya menjadi tuan rumah Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia pada bulan Oktober mendatang.
Kami memulai "Voyage" yang hebat ini bersama-sama.
Ini akan menjadi yang pertama kalinya Pertemuan Tahunan kami diadakan di Indonesia— sebuah negara yang telah mentransformasi dirinya dalam beberapa dekade terakhir melalui kebijakan ekonomi yang baik, dan dengan memanfaatkan kepandaian dan keragaman masyarakatnya yang luar biasa.
Dan memang, dalam beberapa hari ke depan, saya berharap bisa merasakan dinamika dan keindahan Indonesia secara langsung. Ini mencakup pertemuan dengan masyarakat sipil, perempuan, mahasiswa, dan sebagainya, serta mengunjungi Bali dan candi Borobudur.
Indonesia dan mitra-mitra ASEAN-nya telah berhasil menciptakan kelas menengah yang dinamis, membuka pintu menuju standar kehidupan yang lebih tinggi bagi jutaan orang. Dengan menghasilkan pertumbuhan yang kuat selama dua dekade terakhir, mereka juga menjadi pendorong utama ekonomi global.
Keberhasilan mereka bukanlah suatu kebetulan. Ini terjadi berkat penerapan rerangka kebijakan yang kuat, menarik pelajaran dari masa lalu, dan merangkul perubahan dan keterbukaan. Semua upaya tersebut telah menunjukkan hasilnya.
Dunia dapat belajar banyak dari kawasan ini—termasuk apa yang disebut dengan "cara ASEAN" (“ASEAN way”) untuk menjangkau melintasi batas. Hal tersebut, dalam pandangan saya, tercermin dengan indah dalam ungkapan bahasa Indonesia, "gotong royong," "bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama."
Semangat tersebut juga ada pada jantung IMF. Di kawasan ini dan di seluruh dunia, IMF bekerja dalam kemitraan dengan negara-negara anggota kami untuk mencapai suatu tujuan yang sama—membangun perekonomian yang sesuai untuk masa depan.
Hari ini diskusi kita akan fokus pada bagaimana kita dapat menciptakan model pertumbuhan baru yang berkelanjutan sekaligus inklusif. Itu adalah tanggung jawab kita bersama.
2. Tatanan Ekonomi yang Berubah
Dimulai dengan gambaran perekonomian global, kabar baiknya adalah bahwa kita akhirnya melihat suatu peningkatan yang berbasis luas, yang melibatkan tiga per empat ekonomi dunia. Kami memperkirakan pertumbuhan global akan terus meningkat hingga 3,9 persen tahun ini, dan 3,9 juga tahun depan.
Di Indonesia juga ada kabar baik, di mana pertumbuhan diproyeksikan mencapai 5,3 persen pada 2018, dan meningkat secara bertahap dalam jangka menengah. Momentum ini dapat terus menghasilkan peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial lebih lanjut.
Indonesia patut bangga dengan kemajuan yang telah diraih. Selama dua dekade terakhir, tingkat kemiskinan telah menurun hampir 40 persen; usia harapan hidup meningkat lebih dari 6 persen; dan penduduk dengan pendidikan tinggi telah meningkat sebesar 250 persen.
Capaian-capaian ini mewakili tren positif di negara-negara ASEAN lainnya.
Pada saat bersamaan, tatanan ekonomi sedang mengalami pergeseran. Kita pikirkan peningkatan volatilitas di pasar keuangan. Pikirkan meningkatnya risiko dari sengketa perdagangan. Dan pikirkan juga dampak mendalam dari pesatnya kemajuan teknologi seperti digitalisasi, robotika, dan kecerdasan buatan.
Negara-negara ASEAN dapat melewati kondisi yang sulit ini dengan mengatasi tiga tantangan utama:
• Mengelola ketidakpastian;
• Membuat ekonomi mereka lebih inklusif; dan
• Bersiap untuk revolusi digital.
a) Mengelola Ketidakpastian
Mari kita mulai dengan ketidakpastian. Sekali lagi, kabar baiknya adalah bahwa negara-negara ASEAN telah membangun fondasi ekonomi yang lebih kuat—yang membantu mereka mengatasi krisis keuangan global dan "taper tantrum" pada tahun 2013.
Memang, sebagian besar negara di kawasan ini telah memperbaiki rerangka kebijakan mereka.
Hal tersebut mencakup penerapan target inflasi di Indonesia, Filipina, dan Thailand; serta peraturan fiskal di Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Secara lebih luas, hal ini juga mencakup penguatan kebijakan keuangan dan memungkinkan fleksibilitas nilai tukar di seluruh kawasan.
Namun volatilitas di pasar keuangan baru-baru ini menjadi pengingat bahwa sebuah transisi perekonomian mendasar sedang berlangsung. Para pembuat kebijakan di seluruh dunia— termasuk di ASEAN—sedang bersiap menghadapi normalisasi kebijakan moneter secara bertahap di negara-negara maju utama.
Kita sudah beberapa lama tahu bahwa hal ini akan datang, namun tetap tidak pasti dalam arti bagaimana sebenarnya hal itu akan memengaruhi perusahaan, pekerjaan, dan pendapatan.
Jelas, pembuat kebijakan perlu tetap waspada terhadap kemungkinan dampak pada stabilitas keuangan, termasuk prospek arus modal yang tidak stabil. Terdapat juga ruang untuk reformasi yang berani agar perekonomian lebih kuat.
Sebagaimana yang sering saya katakan belakangan ini, “waktu untuk memperbaiki atap adalah saat matahari bersinar.” Apa yang saya maksud dengan itu?
Maksud saya adalah pemerintah dapat menggunakan momen pertumbuhan yang lebih kuat ini untuk semakin memperkuat rerangka kebijakan mereka. Ini termasuk upaya lebih lanjut untuk mereformasi pasar keuangan, memperbaiki undang-undang ketenagakerjaan, dan mengurangi berbagai hambatan untuk masuk ke industri yang terlalu diproteksi.
“Memperbaiki atap” juga berarti menggunakan reformasi fiskal untuk menghasilkan pendapatan publik yang lebih tinggi, jika diperlukan, dan memperbaiki pengeluaran. Dengan meningkatkan pembiayaan publik, negara dapat meningkatkan investasi infrastruktur dan pengeluaran pembangunan, terutama pada jejaring pengaman sosial bagi mereka yang paling rentan.
b) Membuat Ekonomi Lebih Inklusif
Bahkan saat mereka mengelola ketidakpastian, negara-negara ASEAN juga perlu memperbaiki prospek pertumbuhan jangka panjang mereka.
Mereka menyadari adanya kebutuhan akan model pertumbuhan baru yang memberi penekanan lebih besar pada permintaan domestik, perdagangan regional, dan diversifikasi ekonomi.
Berkenaan dengan itu, analisis IMF menunjukkan bahwa memperluas jangkauan dan meningkatkan kualitas ekspor suatu negara dapat secara signifikan menghasilkan pertumbuhan PDB lebih tinggi dan stabilitas ekonomi yang lebih besar. Sebagai contoh, suatu peningkatan kecil pada diversifikasi ekspor dapat meningkatkan pertumbuhan PDB sekitar 1 poin persentase.
Peningkatan-peningkatan ini bisa dicapai. Mengapa? Karena banyak negara di kawasan ini telah berhasil mengalihkan sebagian besar sumber daya mereka ke bidang-bidang dengan produktivitas lebih tinggi —misalnya, dengan beralih dari pertanian ke produksi industri, hingga manufaktur yang canggih dan jasa.
Namun itu saja tidak cukup. Agar dapat berkelanjutan, model pertumbuhan baru juga harus lebih inklusif. Penelitian IMF terbaru menunjukkan bahwa, ketika manfaat pertumbuhan dibagi secara lebih luas, pertumbuhan lebih kuat, lebih langgeng, dan lebih kokoh.
Sebagai contoh, suatu penurunan koefisien GINI sebesar 5 poin dapat meningkatkan pertumbuhan PDB sekitar setengah poin persentase dalam lima tahun.
Sebagian besar negara ASEAN sudah berada pada posisi yang relatif kuat, karena mereka telah menggunakan kebijakan spesifik untuk membantu mengurangi ketimpangan pendapatan selama tiga dekade terakhir.
Thailand, misalnya, memperkenalkan jaminan kesehatan universal (universal health coverage) pada tahun 2001; Filipina meluncurkan bantuan tunai bersyarat pada tahun 2008; dan Indonesia telah memperbaiki cara memberikan bantuan kepada kelompok berpenghasilan rendah—termasuk melalui penggunaan kartu elektronik.
Semua negara anggota ASEAN dapat terus mengembangkan capaian-capaian mereka untuk memastikan bahwa generasi mendatang akan lebih baik.
Mengelola transisi demografis adalah bagian utama dari situasi yang kompleks ini.
Negara dengan populasi muda dan sedang bertumbuh—seperti Indonesia dan Malaysia— dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk menuai suatu "dividen demografis" dengan menciptakan lebih banyak pekerjaan dengan kualitas lebih tinggi.
Pada saat yang sama, negara-negara seperti Thailand dan Vietnam dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak dari populasi yang cepat menua dengan menggunakan teknologi untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Tentu saja, ini hanya sebagian dari berbagai sarana yang dapat digunakan. Meskipun tidak ada satu resep kebijakan di kawasan yang sangat beragam ini, semua negara dapat memperoleh manfaat dari berbagi pengalaman mereka—bekerja bersama untuk mendorong pertumbuhan yang inklusif.
Apa yang telah kita pelajari?
Prioritas utama adalah berinvestasi pada manusia. Di kebanyakan negara ASEAN, terdapat ruang untuk meningkatkan belanja pendidikan. Lihat "Indonesia Pintar," sebuah program tabungan yang akan membantu lebih dari 20 juta anak tetap bersekolah.
Terdapat juga ruang untuk meningkatkan proporsi perempuan di tempat kerja, misalnya, dengan menyediakan tempat penitipan anak yang terjangkau dan mendorong akses perempuan terhadap keuangan.
Di Indonesia, partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja meningkat dalam beberapa tahun terakhir menjadi 51 persen. Menggunakan momentum ini akan sangat penting untuk mengurangi kesenjangan gender.
Hal ini bisa menjadi penentu perubahan ekonomi—dan tidak hanya di negara ini. Berbagai kajian memperkirakan bahwa mengurangi kesenjangan gender di pasar tenaga kerja dapat meningkatkan PDB sebesar 9 persen di Jepang, 10 persen di Korea, dan 27 persen di India.
Prioritas kebijakan lainnya adalah memperbaiki lingkungan bisnis— dengan memotong birokrasi dan meningkatkan perang melawan korupsi. Hal ini dapat mempermudah perusahaan-perusahaan baru dan inovatif untuk memulai dan berkembang, menciptakan lapangan kerja di sektor-sektor yang dinamis.
Investasi di infrastruktur berkualitas tinggi juga penting. Indonesia, misalnya, memiliki lebih dari 250 proyek yang sedang berjalan dengan total nilai sebesar $323 milyar; Filipina berencana untuk membelanjakan $180 miliar untuk rel kereta, jalan, dan bandara.
Jika investasi ini efisien dan hemat biaya, maka akan meningkatkan produktivitas, pendapatan, dan lapangan kerja.
Semua ini penting. Namun belum cukup.
c) Bersiap untuk Revolusi Digital
Kita juga harus bersiap untuk revolusi digital yang sudah mulai mengubah tempat kerja dan struktur ekonomi—di kawasan ini dan di seluruh dunia.
Sebuah studi McKinsey baru-baru ini menemukan bahwa 60 persen pekerjaan saat ini terdiri dari beberapa tugas yang akan segera diotomatisasi.
Sehingga kita semua perlu memikirkan masa depan pekerjaan. Mengelola transisi ini akan menjadi bagian utama dari jawaban untuk menciptakan peluang bagi semua orang.
Kita tahu bahwa model-model pertumbuhan baru akan bergantung pada berbagai inovasi teknologi—dari kecerdasan buatan, robotika, hingga bioteknologi, sampai teknologi keuangan (fintech).
Kita juga mengetahui bahwa kawasan ini, dalam banyak hal, adalah pemimpin di bidang-bidang ini. Saya baru saja menghadiri Singapore Fintech Festival, di mana saya berkesempatan bertemu dengan beberapa pengusaha dan inovator paling dinamis di dunia.
Di Indonesia, kita melihat ekosistem digital yang dinamis dengan lebih dari 1.700 startup— salah satu kelompok perusahaan baru terbesar di dunia. Sebuah contoh yang bagus adalah Go-Jek, yang telah mengubah dirinya dari aplikasi ojek ke platform untuk pembayaran-pembayaran mobile dan banyak layanan lainnya.
Tujuannya adalah untuk memanfaatkan revolusi digital ini dengan cara terbaik—dengan memperbaiki infrastruktur digital dan dengan menjadikan sistem pendidikan sesuai untuk masa depan.
Saya percaya bahwa dalam waktu dekat, kita akan merujuk pada perubahan yang sedang berlangsung ini bukan sebagai "ekonomi digital," melainkan "ekonomi" saja.
Kita perlu memastikan bahwa ekonomi baru ini bukan sekadar dorongan untuk produktivitas dan pertumbuhan, melainkan juga sebuah pondasi bagi dunia yang layak bagi kaum muda dan tua, kaya dan miskin, masyarakat kota dan desa-desa terpencil.
Tanggung jawab bersama kami adalah membantu menciptakan ekonomi yang lebih cerdas, ekonomi yang lebih adil, ekonomi dengan wajah manusiawi.
IMF adalah mitra Anda dalam upaya besar ini.
Itulah sebabnya kami bekerja bersama Anda—dan semua anggota kami—untuk mengatasi tantangan kritis-makro yang mendesak, seperti mengurangi ketimpangan, meningkatkan kesetaraan gender, dan menanggulangi dampak perubahan iklim.
Dan kami menggunakan semua sarana yang kami miliki—mulai dari analisis ekonomi, hingga sumber keuangan, hingga dukungan kami untuk pengembangan kapasitas.
Dengan 189 negara anggota, kami juga dapat menyediakan platform untuk kerja sama yang unik.
3. Meningkatkan Kerja Sama Regional dan Global
Hal ini membawa saya ke bidang penting lainnya di mana negara-negara ASEAN menjadi pemimpin.
Yang saya maksud adalah proses integrasi regional yang berkesinambungan—bekerja bersama untuk meningkatkan ukuran kue ekonomi bagi semua negara.
ASEAN patut bangga dengan kemajuan yang telah dicapai sejauh ini, termasuk penghapusan tarif dalam-kawasan.
Sekarang adalah waktunya untuk meningkatkan capaian-capaian tersebut dengan:
o Menghapuskan hambatan nontarif untuk lebih menggairahkan perdagangan di dalam ASEAN,
o Mengizinkan lebih banyak mobilitas tenaga kerja lintas perbatasan, dan
o Memperkuat rerangka kerja anti-korupsi, termasuk anti pencucian uang—sehingga dana tidak dialihkan ke "saluran-saluran gelap" namun diinvestasikan di tempat yang semestinya: di perusahaan-perusagaan lokal, sekolah-sekolah dan rumah sakit—pada manusia.
Sekali lagi, IMF dapat membantu—IMF yang baru di sebuah era yang baru, berusaha untuk melayani anggota kami dengan cara-cara baru dan lebih baik.
Ini termasuk mendengarkan dan belajar dari semua mitra kami—di Indonesia, ASEAN, dan di seluruh dunia.
4. Kesimpulan
Izinkan saya menyimpulkan dengan kembali pada istilah "cara ASEAN".
Hal ini, dalam pandangan saya, terungkap dengan indah dalam semboyan resmi Indonesia: "Bhinneka Tunggal Ika," "Unity in Diversity."
Dengan bekerja bersama, dan dengan memanfaatkan keragaman bahasa, geografi, dan ekonomi yang luar biasa dari kawasan ini, kita memiliki peluang untuk menciptakan model-model pertumbuhan baru yang dapat menguntungkan semua pihak.
Saya menantikan diskusi kita hari ini—dan Pertemuan Tahunan kami di bulan Oktober nanti!
Terima kasih.
Departemen Komunikasi IMF
HUBUNGAN MEDIA

PETUGAS PERS: Tin Yan, tyan@imf.org

TELEPON: +1 202 623-7100Email: MEDIA@IMF.org